CERITA ANAK ISLAMI
1. ANWAR DAN SANG BURUNG KECIL ~
Ketika
Anwar sedang berjalan pulang dari sekolah, hujan mulai turun sangat
lebat. Setelah makan malam, sebelum memulai pekerjaan rumahnya, dia
bertanya kepada ibunya apakah dia boleh melihat hujan dulu sebentar. Ibu
bilang bahwa Anwar boleh melihatnya sebentar saja. Anwar melihat ke
jendela dan mulai memperhatikan hujan yang turun di luar. Ada orang
berjalan di jalanan dengan memakai payung, dan yang tidak mempunyai
payung merapatkan diri mereka ke bangunan. Tak lama kemudian, gumpalan
hujan mulai terbentuk di mana-mana. Mobil yang lewat memuncratkan air ke
sisi jalan dan orang berlarian dari pemberhentian agar tidak kebasahan.
Anwar berpikir betapa menyenangkannya berada di dalam rumah dan dia
harus lebih bersyukur kepada Allah Yang telah memberinya makanan dan
rumah yang hangat untuk tinggal. Pada saat itu juga, seekor burung
jelatik hinggap di bingkai jendela. Anwar berpikir bahwa burung malang
itu pasti sedang mencari tempat berteduh dari hujan, dan dia segera
membuka jendela.
“Hai, namaku Anwar,” katanya. “Kamu boleh masuk kalau kamu mau.”
“Terima kasih, Anwar,” kata sang burung kecil. “Aku ingin menunggu di dalam sampai hujan reda.”
“Kamu
pasti kedinginan di luar sana,” Anwar ikut merasakan “Aku belum pernah
melihat burung sedekat ini sebelumnya. Lihat betapa tipisnya kakimu!
Bagaimana kakimu dapat menahan badanmu hingga tegak?”
“Kamu
benar, Anwar,” sang jelatik setuju. “Kami burung memiliki kaki yang
tipis dibanding tubuh kami. Namun, biarpun demikian, kaki-kaki tersebut
mampu menahan tubuh kami dengan sangat mudah. Ada banyak otot, pembuluh
darah dan syaraf didalamnya. Bila kaki kami lebih tipis atau lebih tebal
lagi, akan sulit bagi kami untuk terbang.”
“Terbang
pasti rasanya sangat menakjubkan,” pikir Anwar. “sayapmu terlalu tipis,
juga, namun kalian masih dapat terbang dengannya. Jadi, bagaimana kamu
dapat terbang sedemikian jauhnya tanpa merasa lelah?”
“Saat
pertama kali kami terbang, kami menggunakan banyak sekali tenaga karena
kami harus mendukung berat badan kami pada sayap kami yang tipis,”
mulai sang jelatik. “Namun begitu kami di udara, kami menjadi santai
dengan mebiarkan tubuh kami terbawa angin. Jadi, karena kami
menghabiskan lebih sedikit tenaga dengan cara ini, kami tidak menjadi
lelah. Saat angin berhenti bertiup, kami mulai mengepakkan sayap kami
lagi. Karena kelebihan yang telah Allah ciptakan untuk kami, kami dapat
terbang dalam jarak yang sangat jauh.”
Anwar kemudian bertanya, “Bagaimana kamu dapat melihat sekelilingmu saat sedang terbang?”
Sang
jelatik menjelaskan: “Organ indera terbaik kami adalah mata kami.
Selain memberikan kemampuan untuk terbang, Allah juga memberikan kami
indera penglihatan yang sangat hebat. Jika kami tidak memiliki indera
penglihatan bersamaan dengan kemampuan ajaib kami untuk bisa terbang,
hal itu sangatlah berbahaya bagi kami. Kami dapat melihat benda yang
sangat jauh dengan lebih jelas daripada manusia, dan kami memiliki
jangkauan penglihatan yang luas. jadi begitu kami melihat bahaya di
depan, kami dapat menyesuaikan arah dan kecepatan terbang kami. Kami
tidak dapat memutar mata kami seperti manusia karena mata kami
diletakkan pada pencengkramnya. namun kami dapat menggerakkan kepala
kami berputar dengan cepat untuk memperluas wilayah penglihatan kami.”
Anwar mengerti: “Jadi, itulah mengapa burung selalu menggerakkan kepala
mereka: untuk melihat ke sekeliling mereka. Apakah semua mata burung
seperti itu?”
“Burung
hantu dan burung-burung malam hari lainnya memiliki mata yang sangat
lebar,” sang jelatik melanjutkan. “Berkat sel khusus dalam mata mereka,
mereka dapat melihat dalam keremangan. Karenanya, burung hantu dapat
melihat dengan sangat baik untuk berburu di malam hari. Ada juga jenis
burung yang disebut burung air; Allah menciptakan mereka agar mereka
dapt melihat dengan sangat baik di dalam air. Mereka mencelupkan kepala
mereka ke dalam air dan menangkap serangga atau ikan. Allah menciptakan
kemampuan ini dalam burung-burung ini agar mereka dapat melihat dengan
jelas di dalam air dan menangkap mangsa mereka.”
“Tidak semua paruh burung sama, nampaknya. Mengapa demikian?” Anwar bertanya.
“Allah
menciptakan berbagai jenis paruh yang berbeda untuk burung yang berbeda
untuk melakukan pekerjaan yang berbeda,” demikian jawabannya. “Paruh
kamu sesuai dengan sempurna terhadap lingkungan di mana kami tinggal.
Ulat dan cacing sangat lezat bagi kami para burung pemangsa serangga.
dengan paruh kami yang tipis dan tajam, kami dapat dengan mudah
mengambil ulat dan cacing dari bawah daun pohon. Burung pemakan ikan
biasanya memiliki paruh yang panjang dengan bentuk seperti sendok pada
ujungnya untuk menangkap ikan dengan mudah. Dan burung yang makan dari
tumbuhan memiliki paruh yang membuat mereka dapat makan dengan mudah
dari jenis tumbuhan yang mereka sukai. Allah telah menyediakan dengan
sempurna untuk setiap makhluk di Bumi dengan memberikannya kemampuan
yang dia butuhkan.”
Anwar
punya pertanyaan lain untuk sang jelatik: “Kamu tidak mempunyai telinga
seperti yang aku punya, namun kamu masih dapat mendengarkan aku dengan
sangat baik. Bagaimana bisa?”
“Indera
pendengaran sangatlah penting bagi kami para burung. Kami
menggunakannya untuk berburu dan saling memperingatkan akan adanya
kemungkinan bahaya sehingga kami dapat melindungi diri kami. Sebagian
burung memiliki gendang pendengaran yang membuat mereka mampu mendengar
suara yang paling kecil. Pendengaran burung hantu sangat peka akan
suara. Burung Hantu dapat mendengar tingkat suara yang tidak dapat
didengar manusia,” sang jelatik memberitahukannya.
Anwar
kemudian bertanya: “Kalian para burung berkicau dengan sangat merdu.
Aku senang mendengarkan kalian. Untuk apa kalian menggunakan suara
kalian?”
Sang burung mengangguk: “Sebagian dari kami memiliki kicauan yang
berbeda untuk mengusir musuh kami. Terkadang kami membuat sarang kami di
dalam lubang pada batang pohon, dan ketika musuh mencoba masuk, kami
mendesis layaknya ular. Penyusup tersebut berpikir bahwa ada ular di
dalam sarang itu, sehingga kami dapat melindungi sarang kami.”
“Apa lagi yang kalian lakukan untuk melindungi sarang kalian dari musuh?” Anwar ingin tahu.
“Kami
membangun banyak sarang tipuan untuk menyesatkan musuh kami,” kata sang
burung. “Dengan cara ini kami membuat para penyusup tersesat dan
melindungi sarang dan telur kami yang telah kami sembunyikan di daerah
tersebut. Untuk melindungi sarang kami dari ular berbisa, kami menutupi
jalan masuk dan membuatnya sangat berliku-liku. Kewaspadaan lainnya
adalah membangun sarang pada pohon yang cabangnya berduri.”
Tidakkah
mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa
bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.
(QS. an-Nahl, 16:79) |
“Bagaimanakah
sebagian burung dapat berenang dalam air? dan mengapa tidak semua
burung dapat berenang?” Anwar bertanya pada temannya.
Sang
jelatik menjawab: “Allah telah menciptakan sebagian dari kami dengan
kemampuan untuk berenang. Dia telah memberikan mereka kaki berselaput
jala agar mereka mampu berenang saat masuk ke dalam air. Sebagian lain
dari kami memiliki jari tipis tanpa jala. jadi, selain burung air,
burung tak dapat berenang.”
“Sama
seperti sepatu renang!” Anwar berseru. “Saat aku berenang dengan
memakai sepatu renang, aku dapat berenang dengan jauh lebih cepat.”
“Ada beberapa burung yang telah memiliki sepatu renang ini sejak lahir,” kata sang burung.
Saat
Anwar dan sang burung sedang berbincang-bincang, ibunya menyuruh Anwar
untuk masuk ke kamarnya dan mengerjakan pekerjaan rumahnya. Pada saat
bersamaan, hujan pun telah reda.
Anwar berkata pada temannya: “Sekarang aku harus masuk ke kamarku dan
mengerjakan pekerjaan rumahku. Besok aku akan bercerita kepada
teman-temanku tentang kemampuan istimewamu, dan bagaimana Allah telah
menciptakan kamu dan makhluk lainnya melalui karya seni kreatif yang
sedemikian sempurna.”
“Hujan
telah reda, jadi aku dapat kembali ke sarangku,” jawab sang jelatik.
“Terima kasih telah membawa aku masuk, Anwar. Saat kau menceritakan
temanmu tentang kami, Bisakah kamu sampaikan juga kepada mereka untuk
peduli kepada kami dan jangan melemparkan batu kepada kami atau kepada
makhluk lainnya?”
“Ya,
tentu saja aku akan menyampaikannya kepada mereka,” Anwar setuju.
“Semoga Allah melindungimu.” Anwar membuka jendela dan sang burung
segera terbang, melayang menembus udara. Anwar memikirkan kesempurnaan
dalam ciptaan Allah dan duduk mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Sumber: Cerita Untuk Anak Cerdas
Malam
belum begitu larut. Setelah membaca al-Quran dan menghapal ayat-ayat
pendek, anak-anak Amalia berkumpul duduk melingkar. Beberapa anak duduk
bersila seperti sudah siap untuk mendengarkan. Saya katakan kepada
anak-anak Amalia bahwa malam ini akan bercerita tentang Kejujuran Gadis
Penjual Susu. Sebagian anak-anak Amalia sedang merapikan bukunya.
Sedangkan yang lainnya nampak terlihat tertib. Malini, Mayang, Lia dan
Icha duduk yang paling depan.
‘Sudah berkumpul semua?’ tanya saya. ‘Sudah Kak.’ Jawab anak-anak Amalia serentak. ‘Nah, kalo sudah Kak Agus mau mulai cerita,’ tutur saya pada mereka. ‘Nah, ceritanya begini..’ Saya mengawali cerita. Pada Zaman Khalifah Umar Bin Khattab, ada seorang gadis kecil penjual susu yang menyiapkan dagangannya untuk Khalifah Umar.
‘Campurkan susunya dengan air,’ perintah Sang Ibu pada gadis kecil itu.
‘Jangan Bu, Khalifah melarang perbuatan itu, jawabnya.
‘Khalifah Umar tidak tahu, yang tahu hanya kita berdua, ‘kata ibunya.
‘Meskipun Khalifah tidak mengetahui, tetapi Alloh SWT Maha Melihat segala perbuatan hamba-Nya. Semua akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat, ucap gadis kecil itu dengan wajah memelas memohon ibunya untuk mengerti.
Tanpa sepengetahuan Ibu dan gadis kecil itu, khalifah Umar Bin Khattab yang sedang keliling kota Madinah mendengar pembicaraan mereka berdua. ‘Subhanallah..begitu mulia hati gadis kecil itu,’ puji Khalifah Umar dalam hatinya. Khalifah Umar kemudian memberikan kepada gadis kecil seekor kambing sebagai hadiah atas kejujurannya.
Diakhir cerita saya berpesan kepada anak-anak Amalia bahwa kita harus mencontoh sifat teladan gadis kecil yang jujur itu. Alloh Maha Melihat perbuatan hambaNya. Sekalipun apa yang ada dalam hati dan pikiran kita. Termasuk disaat kita hendak berbuat tidak baik kepada orang lain. Alloh SWT Maha Mengetahui. Dimanapun kita bersembunyi, bahkan diruangan gelap sekalipun, Alloh SWT akan melihat kita. Pandangan Alloh SWT tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Oleh sebab itu Alloh SWT memiliki nama al-Bashir yang berarti Maha Melihat.
Dialah yang mencdiptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia mngetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Alloh Maha Melihat apa yang engkau kerjakan (QS Al-Hadid (57): 4)
2. Kejujuran Gadis Penjual Susu
‘Sudah berkumpul semua?’ tanya saya. ‘Sudah Kak.’ Jawab anak-anak Amalia serentak. ‘Nah, kalo sudah Kak Agus mau mulai cerita,’ tutur saya pada mereka. ‘Nah, ceritanya begini..’ Saya mengawali cerita. Pada Zaman Khalifah Umar Bin Khattab, ada seorang gadis kecil penjual susu yang menyiapkan dagangannya untuk Khalifah Umar.
‘Campurkan susunya dengan air,’ perintah Sang Ibu pada gadis kecil itu.
‘Jangan Bu, Khalifah melarang perbuatan itu, jawabnya.
‘Khalifah Umar tidak tahu, yang tahu hanya kita berdua, ‘kata ibunya.
‘Meskipun Khalifah tidak mengetahui, tetapi Alloh SWT Maha Melihat segala perbuatan hamba-Nya. Semua akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat, ucap gadis kecil itu dengan wajah memelas memohon ibunya untuk mengerti.
Tanpa sepengetahuan Ibu dan gadis kecil itu, khalifah Umar Bin Khattab yang sedang keliling kota Madinah mendengar pembicaraan mereka berdua. ‘Subhanallah..begitu mulia hati gadis kecil itu,’ puji Khalifah Umar dalam hatinya. Khalifah Umar kemudian memberikan kepada gadis kecil seekor kambing sebagai hadiah atas kejujurannya.
Diakhir cerita saya berpesan kepada anak-anak Amalia bahwa kita harus mencontoh sifat teladan gadis kecil yang jujur itu. Alloh Maha Melihat perbuatan hambaNya. Sekalipun apa yang ada dalam hati dan pikiran kita. Termasuk disaat kita hendak berbuat tidak baik kepada orang lain. Alloh SWT Maha Mengetahui. Dimanapun kita bersembunyi, bahkan diruangan gelap sekalipun, Alloh SWT akan melihat kita. Pandangan Alloh SWT tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Oleh sebab itu Alloh SWT memiliki nama al-Bashir yang berarti Maha Melihat.
Dialah yang mencdiptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia mngetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Alloh Maha Melihat apa yang engkau kerjakan (QS Al-Hadid (57): 4)
3. Kisah Si Kusta, Si Botak dan Si Buta (Seri Kisah Anak Islam – Pengganti Dongeng Anak)
Dari Abu Huroyroh rodhiyallohu ‘anhu, ia mendengar Nabi shollallohu ‘alayhi wasallama bersabda: “Ada tiga orang bani Isroil: satu berpenyakit kusta, satu botak kepalanya, dan satu buta. Alloh Ta’ala hendak menguji mereka maka Alloh Ta’ala mengutus malaikat (dalam bentuk manusia) kepada mereka. Malaikat itu datang kepada Si Kusta dan bertanya, “Apakah yang paling kamu inginkan?”, Si Kusta menjawab, “Saya menginginkan kulit yang bagus serta hilang penyakitku yang menjadikan orang-orang jijik melihatku”. Kemudian dia mengusap Si Kusta maka hilanglah penyakitnya lalu mendapatkan kulit yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi, “harta apakah yang paling kamu sukai?” Si Kusta menjawab, “unta – atau ia mengatakan: “sapi” (perawi ragu) –. Ia pun diberi unta bunting, dan malaikat tadi berkata, “semoga Alloh Ta’ala memberkahi bagimu”.
Kemudian malaikat mendatangi Si Botak dan bertanya, “apa yang paling kamu inginkan?” Si Botak menjawab, “rambut yang indah dan hilangnya penyakitku yang menyebabkan orang-orang jijik kepadaku”. Malaikat itu mengusap Si Botak dan hilanglah penyakitnya lalu tumbuhlah rambut yang indah. “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Si Botak menjawab, “sapi.” Malaikat pun memberinya sapi yang sedang bunting dan ia berkata, “semoga Alloh Ta’ala memberkahi bagimu”.
Selanjutnya malaikat itu mendatangi Si Buta dan bertanya, “apakah yang paling kamu inginkan?” Si Buta menjawab, “Alloh Ta’ala mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang”. Dia lantas mengusap Si Buta dan Alloh Ta’ala mengembalikan penglihatannya. “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Si Buta menjawab, “kambing”. Lalu ia diberi kambing yang sedang bunting. Selang berapa lama, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak dengan pesat dan akhirnya unta milik orang yang dahulu menderita kusta memenuhi satu lembah, sapi milik orang yang dahulu botak memenuhi satu lembah dan kambing milik orang yang dahulu buta memenuhi satu lembah.
Kemudian malaikat itu datang kembali kepada orang yang dulu berpenyakit kusta dalam bentuknya yang dahulu (berpenyakit kusta) dan berkata, “saya adalah seorang miskin yang kehabisan bekal ditengah perjalanan. Hari ini tidak ada yang bisa memberikan pertolongan kepada saya kecuali Alloh ta’ala lalu engkau. Saya meminta pertolongan kepadamu atas nama Dzat Yang telah memberi engkau kulit yang bagus dan harta kekayaan, seekor unta sebagai sarana bagi saya melanjutkan perjalanan”. Orang itu menjawab, “tanggungan saya terlalu banyak”. Malaikat itu berkata, “kalau tidak salah saya pernah mengenalmu. Bukankah kamu dulu orang yang berpenyakit kusta sehingga orang-orang merasa jijik kepadamu. Bukankah kamu dahulu orang yang miskin lalu Alloh Ta’ala memberi kekayaan untukmu?” ia menjawab, “harta kekayaanku ini adalah warisan turun temurunku”. Malaikat itu berkata,”jika kamu berdusta semoga Alloh Ta’ala mengembalikanmu seperti keadaanmu semula”.
Kemudian malaikat itu datang kepada orang yang dahulu botak seperti keadaannya yang dulu dan berkata seperti yang dikatakannya kepada Si Kusta. Maka orang itupun memberikan jawaban yang sama seperti jawaban Si Kusta. Kemudian malaikat itu berkata, “jika kamu berdusta, semoga Alloh Ta’ala mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Sang malaikat mendatangi orang yang dahulu buta dalam bentuk orang yang buta, dan berkata, “saya adalah seorang miskin yang tengah bermusafir lalu kehabisan bekal di tengah perjalanan. Hari ini tidak ada yang bisa memberikan pertolongan kepada saya kecuali Alloh Ta’ala lalu engkau. Saya meminta pertolongan kepadamu atas nama Dzat Yang telah mengembalikan penglihatanmu, seekor kambing sebagai sarana bagi saya melanjutkan perjalanan”. Orang itu berkata, “saya dahulu adalah orang buta kemudian Alloh Ta’ala mengembalikan penglihatan saya, maka ambillah sesukamu dan tinggalkanlah sesukamu.
Demi Alloh, saya tidak akan memberatkanmu untuk mengembalikan apa yang kamu ambil karena Alloh Ta’ala”. Malaikat itu berkata “peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kalian hanya diuji, lalu Alloh Ta’ala benar-benar telah ridho kepadamu dan Alloh Ta’ala memurkai kedua orang itu.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
[Dikutip dari “Terjemah Riyadhush Shalihin, Al-Imam An Nawawi terbitan Hikmah Ahlus Sunnah – Hadits ke 65 BAB Muroqobah hal 148-150]
**
Demikianlah kisah ini, Allah senantiasa menguji hamba-hamba-Nya. Dan kita pun senantiasa diuji oleh-Nya. Dalam kisah tadi, ada dua hal yang menjadi bahan ujian, yaitu kesehatan/penampilan fisik dan harta. Mudah-mudahan kita adalah yang orang yang lulus ujian sebagaimana si Buta. Jika kita ingin seperti si Buta, maka kita harus berusaha menjadi bagian dari orang-orang yang bersyukur dan senantiasa merasakan adanya pengawasan Allah (muroqobatullah).
No comments:
Post a Comment